Hi Anak Jalanan,
Saya kembali! Setelah sekian lama meninggalkan "jalanan" dan sekarang yang kembali ke "jalanan" ini. Mohon maaf karena telah melewatkan jalanan dan realitas yang telah terjadi sehingga tidak sempat meninggalkan jejaknya dalam blog ini. Pastinya sudah banyak perubahan di jalanan termasuk para penggunanya. Namun, saya percaya ada sudut-sudut jalanan yang masih sama dan dihuni oleh orang yang sama karena merekalah sang empunya jalanan.
Jalanan itu keras! Tapi sekaligus ia lembut! Kenapa? Karena di jalanan saya bisa melihat banyak hal dan membuat saya belajar banyak hal. Jalanan membuat saya belajar mengasihi sesama lebih lagi. Jalanan membuka mata saya bahwa banyak orang-orang yang kurang beruntung tapi mereka lebih bisa bersyukur dan jalanan membawa saya kepada sekolah kehidupan.
Terima kasih kepada para anak jalanan yang setia membaca blog ini. Nantika perjalanan saya selanjutnya.
Salam,
Pecinta Jalanan
Rabu, 05 November 2014
Minggu, 24 Januari 2010
MANUSIA ORANYE DI PINGGIR JAKARTA
Dear anak jalanan,
Satu lagi cerita dari jalanan ibukota. Ini dia sesosok manusia berselubungkan pakaian berwarna oranye dan penutup kepala serta sepatu boot bernada serupa. Entah kenapa harus berwarna demikian. Ohya mungkin dengan alasan untuk menjadi penanda di malam hari, karena menurut saya warna oranye akan memantulkan cahaya yang baik dari kendaraan-kendaraan yang melewatinya sehingga manusia oranye itu terlihat dari kejauhan dan tidak tertabrak oleh kendaraan-kendaraan tersebut. Namun, yang pasti hampir seluruh tubuhnya terbalut secara penuh untuk tujuan menutupinya dari debu jalanan. Manusia oranye itu "dipersenjatai" oleh sebuah karung goni disatu tangannya dan sebuah sapu ijuk atau lidi (yang menyerupai sapu terbang ala negeri sihir) di tangan yang lain. Kebetulan (walaupun sudah menjadi hal yang biasa) manusia oranye yang saya temui dan saya ambil fotonya ini adalah seorang wanita. Ia juga merupakan salah satu wonder woman jalanan ibukota yang pernah saya singgung pada posting-an sebelumnya. Pagi, siang, hingga malam hari banyak sekali manusia-manusia seperti ini yang tak jemu-jemu menyapu setiap sudut jalanan walaupun banyak resiko yang menanti di depan mata-salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas yang bisa terjadi kapan saja- hanya untuk sebuah profesi yang menjadi bekal untuk sebuah kehidupan. Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, mungkin peribahasa ini cocok untuk manusia-manusia ini (dan umumnya para penghuni jalanan) yang banyak menjadi korban jalanan. Sampai kapan mereka akan menyapu jalanan? Untuk sampah-sampah yang selalu datang dari tangan-tangan tak bertanggung jawab dan mengotori jalanan dimana mereka berjejak padanya. Itulah realitas jalanan, sebuah kehidupan yang patut disyukuri dan dihargai apapun peran yang dilakoni di dalamnya.
Salam,
Jumat, 22 Januari 2010
SEBUAH ADIPURA YANG TAK LAGI DI DAMBAKAN
Dear anak jalanan,
Hari ini saya kembali melihat realita jalanan dimana sebuah papan hijau bertuliskan "ADIPURA ADALAH DAMBAAN WARGA JAKARTA UTARA MARI KITA JAGA KEBERSIHAN SUNGAI". Papan itu masih tegak berdiri entah sejak kapan. Sayangnya kalimat itu sangat kontras dengan kenyataan yang tepat berada di depannya (untuk lebih jelasnya silakan lihat foto di bawah). Bukanlah sebuah kebersihan yang terjaga malahan sampah-sampah jalanan yang menghiasinya. Ironi rasanya, sebuah adipura yang ini kehilangan identitasnya. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah : "Siapakah dambaan warga jakarta utara sekarang ini?" mungkin antara lain modenisasi, budaya konsumerisme dan gemerlap kehidupan metropolitan yang mulai menjadi berhala yang disembah dan di dambakan. Foto ini saya ambil dari sudut ibukota.
Label:
adipura vs sampah
Kamis, 21 Januari 2010
Si Kondektur Wanita yang Perkasa
Dear anak jalanan,
Hari ini saya menemukan seorang ibu yang terkadang sering saya temui dalam sebuah bus antarkota. Sekarang ini banyak sosok seperti dirinya yang bergelantungan di sebuah bus dan mengumpulkan uang kertas dan recehan serta menghitungnya satu per satu. Ibu ini hanyalah contoh dari banyaknya sosok wanita yang bekerja pagi hingga larut malam untuk menghidupi keluarganya. Ia hanyalah salah satu potret para wanita perkasa yang berani mengadu nasib di tengah kelompok pekerjaan yang lebih layak dikerjakan oleh para adam. Feminisme yang lekat pada diri mereka tetap terlihat walaupun maskulinitas juga mulai menjadi bagian dari diri mereka-resiko sebuah pekerjaan-lekuk tubuh mereka tetap indah dengan balutan baju tak bermote ataupun berenda. Hanya sebuah kaos lengan panjang (untuk menutupi tangan mulus mereka dari debu udara jalanan) dan sebuah kemeja biru dengan label perusahaan jasa transportasi sebagai identitas seorang kondektur serta sepasang sepatu kets demi mobilitas yang nyaman (karena saya rasa tidak nyaman mengenakan sepatu high heels untuk bergelantungan dan mondar-mandir di koridor bus kota). Itulah mereka para wonder women jalanan. Sebuah profesi yang mewarnai hiruk pikuk kehidupan jalanan. Foto ini saya ambil dari sebuah bus antarkota untuk para ibu yang ada di jalanan.
Untuk seorang teman
Dear anak jalanan,
Ada yang terlupakan saat saya memulai membuat blog ini. Sebelumnya supaya anak jalanan tahu kalau sebenarnya saya bukanlah seorang penulis yang handal, baikpun tidak. saya terinspirasi dari seorang teman (walaupun bukan berasal dari jalanan) yang memperkenalkan dunia blogging yang ternyata dapat menginspirasi banyak orang. Saya ingin berterima kasih kepada dia bahwa saya muai belajar untuk menuangkan apa yang saya lihat ke dalam sebuah coretan tangan yang mungkin merupakan hal yang biasa namun banyak hal biasa di kehidupan ini yang terlewatkan. Terima kasih kawan telah memperkenalkan dunia baru ini kepada saya. Semoga tulisan saya ini juga dapat setidaknya menjadi bagian kehidupan yang tak terlewatkan. Ibaratnya sebuah potret kehidupan yang berasal dari puzzle-puzzle kecil potret jalanan.
Salam,
Ada yang terlupakan saat saya memulai membuat blog ini. Sebelumnya supaya anak jalanan tahu kalau sebenarnya saya bukanlah seorang penulis yang handal, baikpun tidak. saya terinspirasi dari seorang teman (walaupun bukan berasal dari jalanan) yang memperkenalkan dunia blogging yang ternyata dapat menginspirasi banyak orang. Saya ingin berterima kasih kepada dia bahwa saya muai belajar untuk menuangkan apa yang saya lihat ke dalam sebuah coretan tangan yang mungkin merupakan hal yang biasa namun banyak hal biasa di kehidupan ini yang terlewatkan. Terima kasih kawan telah memperkenalkan dunia baru ini kepada saya. Semoga tulisan saya ini juga dapat setidaknya menjadi bagian kehidupan yang tak terlewatkan. Ibaratnya sebuah potret kehidupan yang berasal dari puzzle-puzzle kecil potret jalanan.
Salam,
Label:
untukmu teman
@Bus jurusan Bekasi-Priuk no 40
Dear anak jalanan,
Hari ini (kamis 21/01/10) sktr pukul 19.30 wib kaki saya melangkah masuk menuju sebuah bus mayasari bakti bernomor 40 jurusan bekasi-priuk.
...sebelumnya...
Kuliah selesai dengan biasa-biasa saja. Banyak rencana ke depan yang akan dilakukan, salah satunya rencana untuk "table manner" + "farewell" n' bla..bla..bla..(what will be will be..i dont really care 'bout that). Kuliah berakhir lalu saya segera melesat keluar dari "pagoda" itu(sebutan untuk sebuah bangunan tempatku menuntut ilmu menjadi seorang Sarjana Sosial). Malam itu hujan turun dengan deras diiringi suara deru petir yang saling bersahutan. Cukup menggetarkan jantung saya. Cukup lama juga saat itu saya menunggu bus datang.
...beberapa jam kemudian...
Akhirnya..(thanx God)..bus yang saya tunggu datang juga. Saya duduk disebelah seorang bapak berusia kira2 40 tahunan. Awalnya saya merasa sedikit aneh. Dia sering mengalihkan pandangannya menuju pada wajah saya. Lalu beberapa menit kemudian dia mulai meberanikan diri untuk menyapa saya..dan bla..bla..bla..bla..
Tiba-tiba matanya mulai berkaca-kaca dan mengatakan bahwa saya mirip anaknya yang sudah meninggal dunia (anaknya meninggal karena melahirkan..tepatnya setahun yang lalu). Kota Jakarta..kota metropolitan..dimana banyak hal mungkin mulai yang baik sampai yang terburuk. Lalu saya terus mencoba bahwa hal ini bukanlah yang buruk. Bus terus melaju dengan tersendat menerjang derasnya hujan. Kutengok bapak itu sesekali waktu, rasanya raut mukanya cukup sedih dan pandangannya kosong (mungkin sedang memikirkan anaknya yang telah meninggal dunia). Perjalanan saya diatas bus tersebut hampir berakhir saat mulai memasuki sebuah gerbang tol dimana disitulah tujuan perjalanan pulangku. Tiba-tiba sebuah tangan dengan dua lembar kertas menggemgam tanganku. Serentak saya terkejut dan melihatnya. Dua lembar uang kertas 10 ribuan telah berada di telapak tangan saya. Bapak itu memberikannya kepadaku. Tentu saja saat itu saya menolak tapi ia bersikeras untuk memberikannya. Baiklah!! hal itu terjadi. Terima kasih yang hanya saya dapat utarakan kepadanya.
Semoga anaknya dapat beristirahat dengan tenang di sisi-Nya dan semoga pula wajah saya (yang katanya mirip dengan anaknya) dapat menyejukkan jiwanya yang rindu akan anaknya.
Salam,
Label:
jalanan ibukota
Langganan:
Postingan (Atom)